Gincu Penerjemah - (selesai)

Besok sudah tanggal 21 Desember. Artinya tinggal satu hari lagi hari Ibu. Hanya tersisa dua hari bagi Arman untuk mencari hadiah, itu pun belum terpotong jam kuliah.

Ini kali pertama Arman ingin mengado Ibunya, sehingga wajar jika Ia bingung bukan main. Arman belum pernah punya pacar, belum tahu wanita suka apa. Setahu Arman, Ibunya gemar sekali tahu sumedang, tapi rasa-rasanya kurang tepat kalau dijadikan hadiah Hari Ibu.

Arman memang bukan tipe lelaki romantis. Kepada Ibunya, Ia tergolong cuek dan sering perang dingin lantaran berbeda pendapat. Bagi Arman, Ibunya super cerewet dan suka mengatur. Berbeda dengan Ayahnya yang lebih membebaskannya dan mau diajak nonton bola.
Akan tetapi, semua berangsur berubah ketika muncul si bungsu. Adik perempuan yang pada awalnya tidak pernah ia kehendaki. Kala itu Arman berusia 20 tahun. Betapa lebih mirip anak nantinya, pikir Arman.

Masih segar dalam otaknya ketika sang ayah menginap di luar kota, tengah malam Ia terbangun mendengar Ibunya muntah-muntah lantaran hamil muda. Beberapa kali ia coba pejamkan mata dan tidur kembali. Namun sia-sia, hatinya terus terusik. Jadilah Ia bangkit dari tempat tidur dan memijiti tengkuk Ibunya. Membuatkan teh dan menemaninya hingga hampir subuh. Sejak Ia liburan di rumah, kejadian ini berulang beberapa kali. Bak pasangan yang baru menikah, Arman menjadi lebih perhatian. Perlahan, sebuah perasaan bersalah timbul di hatinya, apakah seperti ini juga keadaan Ibu saat hamil dirinya. Perlahan, ia ingin membahagiakan Ibunya.

Seiring waktu, Ia menyadari perjuangan Ibunya tidak berhenti setelah tanggal kelahiran saja. Seakan ia memutar video masa kecilnya dahulu, Arman melihat semuanya. Bahkan kali ini ia benar-benar menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri. Demi merawat bayinya, Arman melihat Ibunya banyak berubah. Paling ia ingat,  dahulu Ibunya selalu menyempatkan untuk bisa tidur siang dan sama sekali tidak mau diganggu oleh siapa pun. Termasuk Arman yang dulu sering kena marah gara-gara bermain gobak sodor di depan rumah. Jangan berisik, kata Ibunya. Tapi kini, jangankan tidur siang, malam hari pun Arman sering mendapati Ibunya masih terjaga menenangkan Adiknya yang menangis.

Begitu juga soal penampilan, Ibunya menjadi sedikit tidak peduli. Jika dahulu seperangkat peralatan make up tak pernah sekali pun terlewatkan saat akan berangkat mengajar. Tapi kini, jangankan memakai bros untuk menghias jilbab, lipstick saja sudah raib lantaran jarang terpakai. Sebagai tenaga pengajar, ia hanya mempunyai waktu sampai jam tujuh untuk membereskan masalah dapur dan kebutuhan adiknya.
Sekembalinya di kos, Arman memutuskan untuk stalking seluruh akun sosmed teman-teman perempuannya. Berharap mendapat wangsit. Dua jam berlalu, bukannya mendapat hidayah, Arman justru semakin pening. Ia hanya mendapati foto-foto hangout, pendakian, makanan dengan hastag tempat, beserta pose-pose alay khas remaja putri. Wiih, batinnya.

Tinggal satu orang yang belum ia buka. Tepat, Aulia. Arman sengaja membukannya belakangan agar dapat berlama-lama menikmati kecantikannya. Aulia cantik, alisnya tebal, hidungnya mancung khas keturunan Arab. Pipinya bersemu merah, lengkap dengan warna pink muda yang menghiasi bibirnya yang tipis. Arman senyum-senyum sendiri. Memperhatikan setiap inci wajah Aulia. Tak disangka, ternyata di sanalah petunjuk datang. Arman tersenyum puas, betapa pujaan hatinya itu selalu menginspirasinya. Ia teringat salah seorang teman perempuannya yang menjadi agen salah satu merk kosmetik. Segera, Ia kirimkan pesan pribadi. Mengutarakan niatnya.      
…  
Yah, meski hanya gincu. Semoga ia mampu menerjemahkan cinta Arman pada Ibundanya.

#OneDayOnePost #HariKelima #SemangatIstiqomahManfaat

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kado pernikahan (2)

Kunjugan Kartini

Bulan Ketiga Belas (2)