Kunjugan Kartini
Husna beberapa kali memutar
tubuhnya bergantian kanan-kiri. Diikuti gerakan kepala, lalu mengusap-usap
wajahnya yang mulai kusut. Berharap lelah dan kantuk yang menyerang memberinya
kesempatan sebentar lagi. Di dekatnya bersanding khidmat cangkir -kosong- kopi kapal api bersisian dengan piring doralek
–yang juga kosong- bekas roti canai yang dibelinya usai maghrib tadi. Kedua
amunisi kantuk yang digadang Husna akan menemaninya begadang itu sudah habis
duluan sejak dua jam lalu. Hanya tersisa setumpuk buku tebal yang belum
terbaca, ditambah kerjap layar personal
computer yang selain membuka program
pengolah kata juga sibuk memutar berbagai genre lagu berulang-ulang.
Akhir pekan seharusnya menjadi
moment paling ditunggu untuk sejenak mengistirahatkan tubuh dari berbagai
aktivitas luar biasanya. Memberi hak pada otak untuk meluruskan syaraf-syaraf
yang mulai bertindihan satu sama lain. Tapi kali ini tidak bagi Husna, beberapa
list project dengan deadline berdekatan masih mengantre
untuk ia perhatikan, menuntut diselesaikan. Hampir pukul dua belas. Istirahat barang
satu dua jam kelihatannya membantu, pikir Husna yang sedari tadi hanya
mengetik-hapus susunan paragraf di depannya. Jadilah dilipatnya kedua tangan di
atas meja, lalu membenamkan muka di dalamnya. Sekejap, hilang sudah kesadaran
gadis kecil itu.
Sinar matahari sudah mulai menerobos
jendela kamar saat Husna mengernyipkan mata. Hatinya sedikit dongkol menyadari
tidurnya terlalu lama. Husna masih berada di tempat yang sama, hanya saja kemana
barang-barang di depannya semalam? Belum habis kebingungannya, tiba-tiba muncul
adik perempuannya. Memberitahukan ada tamu yang sedang mencarinya. Siapa
gerangan? Aku tidak sedang ada janji dengan siapapun.. gumamnya heran. Sambil
lalu, matanya masih mencari-cari dimana laptop mungilnya.
Sampainya
di ruang tamu, Husna kaget bukan main setelah menyadari siapa tamunya.
Perempuan yang selama ini menjadi idolanya kini tengah tersenyum menatapnya.
Lengkap dengan balutan kebaya anggun juga gelungan besar di belakang kepala. Jadilah
Husna salah tingkah, siapa pula yang tidak mengenalnya, Diajeng Kartini, pahlawan
besar itu sedang berkunjung ke rumah seorang jelata bernama Husna. Mereka
berpelukan erat sekali, membuat Husna menitikkan air mata haru. Kartini yang
terhormat, cantik, cerdas, namun masih peduli dengan perempuan biasa macam
Husna. Setelah mempersilakan tamunya duduk kembali, Husna meminta adiknya untuk
membuatkan dua gelas teh manis. Rasanya sayang sekali meninggalkan tamu
istimewanya kali ini meski sebentar. Layaknya sahabat karib, mereka pun mulai
mengobrol kesana kemari. Kartini banyak bercerita tentang rencana besarnya untuk
wanita pribumi, sedang Husna, hanya manggut-manggut menghormati meski tak
begitu mengerti.
Setengah
jam berlalu, namun teh manis yang dipesannya tak kunjung datang. Karena tak
ingin Kartini kapok bertamu di rumahnya, akhirnya Husna pergi ke dapur,
buru-buru menyusul adiknya. Tapi dasar Husna tidak hati-hati, tetiba kaki kanannya
terantuk ubin pembatas pintu dapur. Membuatnya jatuh ke lantai.
“Ah, mimpi rupanya..”, ucap Husna setengah sadar, matanya masih
berat. Tangannya mencari-cari jam alarm yang sudah menujuk angka tiga.
Menyadari apa yang baru saja dialaminya, senyum Husna seketika merekah.
Semangatnya kembali mengembang memenuhi hati dan fikirannya. Apapun yang
terjadi, Ia harus menjadi Kartini masa kini. Tapi nanti sebentar lagi, setelah
empat rakaat tahajud ditunaikannya. Sebelum berjuang, Husna ingin berdoa
terlebih dahulu. Sekalian untuk Kartini yang baru saja berkunjung.
Selamat Hari Kartini^^
#OneDayOnePost
#SemangatIstiqomahManfaat
Mimpi ternyata....
BalasHapusMimpi ternyata....
BalasHapusKeren bel, lanjutkan ! Hehe
BalasHapusNice
BalasHapusSelamat hari Kartini juga :)
BalasHapushmm.. di akhir bacaan ini aku mendapatkannya, semangat yang kau coba tularkan ini. terimakasih,teruslah menulis dan menginspirasi.
BalasHapus