Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2016

Pesan Alya untuk Bunda

Sudah tiga hari Alya menolak pergi sekolah. Bu Tanti semakin resah, menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi dengan buah hatinya itu. Badannya tidak panas, juga tidak sedang batuk atau pilek seperti saat terserang flu. Setiap ditanya, selalu jawabnya “Tidak kenapa-kenapa ma”, Namun begitu dibujuk ke sekolah, Alya akan segera masuk kamar dan lalu menguncinya rapat-rapat.                 Alya masih terlalu kecil untuk khawatir. Ia belum paham apa itu perbuatan asusila pun pelecehan seksual. Yang ia tahu, apa yang dilakukan bapak gurunya tempo hari itu membuatnya kesakitan. Tapi entah mengapa, Alya malu untuk bercerita kepada orang tuanya. …                 Bertahun-tahun berlalu. Ketika melihat sebuah berita di televisi yang tidak asing baginya, Alya baru menyadari. Jantung Alya tiba-tiba berdebar sangat kencang. Ada sesuatu yang mencabik hatinya. Perlahan nafasnya menjadi sesak, diikuti butiran-butiran bening yang membasahi pipinya. Guru yang selama ini ia anggap bapak sendiri

Catatan Hati Sebutir Garam

                Matahari memang sudah tidak lagi segalak tengah hari tadi. Namun pukul tiga belum juga bisa dikatakan teduh untuk ukuran sore. Terlebih di Surabaya yang panasnya sudah lama terkenal garang. Seorang gadis berpakaian marun dan jilbab bunga-bunga terlihat berjalan tergesa-gesa. Menyibak rentetan deru mesin kendaraan di Jalan Prof. DR. Mustopo. Selesai kelas, ia memutuskan untuk pulang terlebih dahulu sebelum melanjutkan aktivitas. Rasa lapar mendorongnya untuk bergegas, sebab sedari pagi ia memang belum sempat menunaikan hak untuk lambungnya. Mengingat belum ada teman nasi di kamar, ia mampir terlebih dahulu ke sebuah warung makan. Membeli sayur lodeh berikut lauknya, dua potong tempe goreng tepung favoritnya.                      Sesampainya di kamar, ia segera mengambil peralatan, menyiapkan nasi, duduk manis, kemudian berdoa. Namun tepat ketika suapan pertama menghampiri mulut, mendadak rona wajahnya berubah. Ada yang ganjil dengan sayur lodehnya. Oh Tuhan, seper

Kado Paling Romantis

Jika kau tidak berkesempatan hidup pada empat belas abad silam. Maka jangan mencari wanita sempurna untuk kau jadikan istri. Begitu pula, jangan menunggu lelaki tanpa kurang untuk kau jadikan suami. Karena apa? Karena selamanya tidak akan kau jumpai. Jika rasulullah sempurna sebab Tuhan memang menjadikannya sempurna, maka kau akan sempurna saat memutuskan untuk bermanunggal nan halal bersama pasanganmu. Seseorang yang sama sepertimu, sosok tidak sempurna yang telah digariskan menjadi pelengkap separuh agamamu. …                 Karena pertambahan usia selalu menjadi harapan baru untuk semakin lebih baik. Maka dengannya, kepada guru sekaligus teladan bagi saya, Bang Syaiha (www.bangsyaiha.com) beserta Adinda tercintanya, Bunda Ella Nurhayati (www.kataella.blogspot.com) ,  melalui tulisan singkat ini, Saya hanya ingin mendoakan. Mengutarakan perasaan gembira yang turut saya rasakan Sebab bagi saya pribadi, hadiah paling mesra dari pertumbuhan batang usia adalah doa-doa panj

Jatuh Cinta itu Bonus, Jaga Hati itu Harus

“Naa, aku jatuh cinta, Naaa!”, ujar Arin setengah berteriak sambil mengguncang-ngguncang bahu  Naila dari belakang. Spontan membuat motor yang mereka tumpangi oleng karena kewalahan. “Ya Allah, Riiin! Kaget aku.. ada apa sih? hampir aja mau jatuh nih..” “Ah kamu Naa.. Nanti pokoknya kamu harus dengerin ceritakuu. Titik”, tanpa peduli wajah sahabatnya yang masih merah biru, Arin memeluk Naila erat. Lalu tersenyum mengandaikan sesuatu. Sore itu Arin dan Naila berencana mengadiri seminar di sebuah tempat yang belum pernah mereka datangi. Namun didorong keinginan bertemu dengan pembicaranya, mereka nekat pergi meski hanya berbekal arahan singkat teman satu kampusnya. Beberapa kali bertanya kepada sopir angkot dan sempat sedikit nyasar, perlahan usaha mereka berbuah juga. Setelah menempuh perjalanan selama dua puluh menit, kini tinggal satu kali putar balik lalu belok kiri saja untuk sampai lokasi. Sudah sangat dekat memang, namun jalan di kota sebesar Surabaya bukan lint

Tentang Tulus

“ Yang aktif akan terlihat, yang wangi akan tercium. Yang tulus (mungkin)tidak akan terlihat dan tercium, tapi terasakan ”, Vina Rizki, salah satu sahabat terbaik yang saya dapatkan di Surabaya. Saat masa-masa orientasi mahasiswa baru dulu, saya dan teman-teman banyak sekali diberi gambaran kehidupan kampus oleh kakak-kakak tingkat. Melalui serangkaian acara yang mereka sebut pengaderan. Harapannya agar kami bisa menjadi maba cerdas nantinya. Cerdas dalam artian tahu diri, memposisikan bagaimana bertindak sebagai maha dari kaum siswa, bagaimana menjadi adik tingkat, dan bagaimana berlaku baik kepada orang yang tidak pernah bersalah di kampus, yakni bapak-ibu dosen yang terhormat, setidaknya demikian yang paling saya rasakan kala itu. Salah satu acara dalam rangkaian acara tersebut adalah sesi motivasi. Setiap minggu, dijadwal siapa saja yang akan menemui kami, memberikan motivasi dan menanyai keluh kesah selama masa adaptasi. Dari sanalah perlahan kami mengenal mereka. Beranek

Ini Bukan tentang Presiden, Ayah, atau Anaknya

“ Ada manusia, yang dalam dua puluh empat jam bisa mengurus jutaan orang. Ada lagi, yang dalam dua puluh empat jam mampu menghidupi beberapa orang. Tapi ada juga, yang dalam dua puluh empat jam, mengurus diri sendiri saja kesulitan .”. (Sayang sekali, Saya lupa siapa yang menulis dan bagaimana redaksi aslinya. Yang jelas, saya ingin berterima kasih karena kalimat bijak ini seringkali membuat saya gelisah saat mencoba bermalas-malasan) … Cerita tentang orang pertama : Saya tidak tahu secara pasti kronologinya seperti apa, hanya saja ikut sesak sampai sekarang. Malam lalu, saya ditakdirkan melihat sebuah video berdurasi dua belas detik yang dibagikan melalui akun line oleh seseorang yang tidak saya kenal. Ketika melihat keterangan waktu, bisa disimpulkan bahwa video singkat tersebut baru saja diunggah dua jam sebelumnya, namun notifikasi share, like dan komentarnya sudah ribuan. Dari balik layar ponsel imut saya, terlihat seorang lelaki paruh baya, pengemudi salah satu ojek

Professor Stalker VS Professional Silent Reader

Hari ini, ia resmi punya peliharaan lagi. Barang baru yang diniatkan untuk mendukung salah satu keahliannya selama ini. Baru datang saja, hampir tiga jam berharganya ia luangkan untuk menyambut benda asing itu. Tak cukup menghadiahi waktu, ia pergi ke kamar. Lalu kembali dengan senampan gambar-gambar terbaik dirinya. Bukannya malu-malu, si tamu justru melahap habis tak tersisa. Ia tidak marah, baginya ini adalah ajang saling mengenal dan memperluas jaringan. Ada sebuah visi besar yang sedang ia kejar. Perkenalkan, Ialah Professor Stalker.    … Di seberang bumi lain, duduk seorang wanita muda dengan setelan kemeja necis, dipadu fantofel sepuluh senti. Rambutnya yang hitam legam digulung di sebelah kanan atas. Komputer di depannya menyajikan berbagai diagram batang hasil penelitian, hal itu terlihat dari pantulan kacamata tebal yang dikenakannya. Sedari tadi ponselnya bergetar. Dari nada dering yang bermacam-macam, pastilah di dalamnya bernaung berbagai merek akun sos

Bagian-1

Dik? Ada hal penting yang ingin aku bicarakan. Selepas dzuhur, ku tunggu di kantin kantormu. Sudah lama kita tidak makan siang bersama. Beberapa minggu tidak ada kabar, akhirnya sebuah pesan singkat dari mantan pacarnya sampai di ponsel Nawang. Ada sedikit perasaan ragu dalam hatinya. Berbagai kemungkinan bisa saja terjadi. Apapun itu, Nawang harus siap menerimanya. Ia sudah bertekad. … “Bagaimana tanggapan Ibumu mas?” Rahman sibuk mengamati suasana kantin, pura-pura tidak mendengar. Meskipun itu inti dari kedatangannya jauh-jauh dari desa, ia masih enggan membahas masalah itu terlebih dahulu. Rahman lebih ingin melepas kerinduannya selama ini. Kondisi keluarganya membuat Rahman memutuskan untuk resign dari perusahaan yang menjadi awal titian karirnya sebagai pegawai akuntan. Kondisi Ibunya yang mulai sakit-sakitan, ditambah tiga adik perempuannya yang sudah yatim, membuatnya rela berpisah dari Nawang. Staff administrasi yang dikenalnya dua tahun silam. Gadis kalem ya

Fourth Challenge : The Miracle of Childhood

 Masa kecil memang selalu menarik untuk dikenang, berbuah tawa saat dibicarakan, juga tak pernah bosan meski kisahnya diulang-ulang. Betapa ajaibnya masa itu. Hanya ada hak, hak mendapat kasih sayang, hak memperoleh pendidikan, hak hidup dan sebagainya. Tak ada kewajiban, pun ada, kewajibannya hanyalah menuntut semua hak tadi. Begitu mudahnya bahagia kala itu. Tidak peduli jika sebelumnya sempat menangis menggebu menginginkan sesuatu, selanjutnya dalam sekejap bisa saja segera tersenyum puas hanya dengan kalimat “Besok ya nak, Ibu lupa ndak bawa uang”, meski pada akhirnya si anak ikut lupa jika pernah menginginkannya, sebab “besok” yang dimaksud si Ibu tidak kunjung datang.                 Sore itu, sepulang mengaji, sekelompok bocah berusia sembilan sampai sepuluh tahunan bekumpul di halaman luas milik salah satu rumah tetangga mereka. Tempo hari, mereka saling berjanji untuk mengadakan sebuah turnamen antarteman sepermainan, saat itu bak boy disepakati lantaran salah satu da

Naik bus? Siapa takut!

Pertama kali saya naik transportasi umum seorang diri adalah saat kelas 3 SD. Jaman SD saya memang masih manis-manis manja, belum berani naik sepeda sendiri ke sekolah. Jadilah diantar jemput setiap hari. Hingga pada suatu ketika, ibu saya, yang pada saat itu berperan sebagai ojek pribadi, bilang pada saya kalau hari ini tidak bisa menjemput. Seperti biasa, saya pun disarankan untuk ikut ke rumah teman terlebih dahulu, baru sore harinya dijemput Ayah. Tapi begitu jam terakhir, tiba-tiba saya merasa ingin pulang. Ingin segera menonton acara tv kesayangan, lalu tidur siang. Dan satu-satunya solusi yang ada dalam kepala saya waktu itu adalah bus umum. Ya, saya harus naik bus agar bisa pulang. Berbekal dua keping uang lima ratus perak sisa uang jajan, saya meminta teman-teman untuk menghentikan sebuah bus yang melaju ke arah rumah saya. Kebetulan sekolah saya dekat dengan jalan raya. Tidak tanggung-tanggung, karena memang masih anak-anak, hampir separuh kelas membantu saya menghadang

Pelajaran Mutan

Sebut saja Prof. Ratman, doktor ahli mutasi terkenal. Tidak hanya di kampus, tetapi juga seantero dunia saintek tanah air. Penemuannya di bidang utak-atik tanaman sudah sekian-sekian. Dan betapa beruntungnya, hari ini beliau mengisi kuliah di kelas Hasan. Kurang hoki bagaimana, sekali registrasi untuk mengikuti seminar beliau saja rasanya cukup untuk uang saku satu bulan. Tapi kali ini berbeda, geratis tis , beliau telah terikat kontrak dengan penanggung jawab mata ajar Biologi. Ah, mahasiswa memang luar biasa.   Kelas mendebarkan itu pun tiba. Baliau masuk, tapi tidak sendirian. Tepat di belakang Prof. Ratman, menyusul sebuah kereta dorong mini, bentuk-bentuknya mirip trolly supermarket yang berisi barang belanjaan. Bedanya, sekarang trolly itu ditempati tanaman-tanaman yang masih asing di mata Hasan dan teman-temannya. Ada anggur sebesar jeruk, ada jeruk sebesar semangka, ada juga satu pohon yang buahnya dua macam. Kali ini, mahasiswa yang katanya luar biasa tadi, kompak membent

Jembul Sudah Besar

Belasan tahun lalu, Jembul belia amat jelita Kulitnya putih, bersih bak pasir pantai belum terjamah Matanya bening, sejernih sumber air Coban Kabejan Pupil matanya kehijauan, sehijau dedaunan yang tumbuh menjulang Tingkah lakunya juga sopan, tidak neko-neko Sampai datang, sekelompok pesuruh Sura Berdalih mencintainya, Jembul diajak berfoto Cekrak, cekrik, begitu Jembul bercerita Kala itu Ia masih polos, tak menyangka gambarnya akan terkenal Pesonanya masyhur di kalangan para petualang Berbondong-bondong, penggemarnya mulai berdatangan Sayang, Kini Jembul tak lagi perawan Kehormatannya sedikit demi sedikit menghilang Tertimbun sampah dan sumpah serapah #OneDayOnePost #HariKeTigaBelas #SemangatIstiqomahManfaat

Third Challenge: Favorite Book

Sejak SMP, sering saya amati, hampir semua teman mempunyai warna favorit. Merah, pink, biru, kuning, hijau, sampai hitam. Masing-masing punya alasan tersendiri. Dan rata-rata akan setia. Hal ini sedikit berbeda dengan apa yang saya rasakan. Saya tidak punya warna favorit. Berhubung selalu bingung ketika ditanya perihal warna kesukaan, maka saya putuskan untuk mencari warna favorit. Pertama kali saya memilih untuk menyukai biru. Biru cerah, seperti langit, harapannya hari-hari saya juga akan cerah. Seperti cinta pertama, saya ingat betul sampai sekarang. Akan tetapi, tidak lama kemudian saya merasa bosan, rasanya banyak juga teman-teman yang suka biru. Keistimewaannya menjadi berkurang. Selanjutnya saya mulai mencoba mencari warna lain, dan warna yang menjadi pilihan saya waktu itu adalah oranye, alasannya simpel, kebalikan dari biru, tidak banyak yang suka oranye, paling-paling supporter persibo (pendukung klub bola asal Bojonegoro). Namun hal itu juga tidak bertahan lama, saya mu

Sketsa Pengadilan Tuhan

Awalnya, kami dibagi menjadi tiga kelompok, masing-masing kelompok berisi delapan sampai sepuluh orang. Tidak butuh waktu lama, kami berhitung mengular, satu dua tiga, satu dua tiga, begitu seterusnya. Seusai pembentukan kelompok, salah seorang dari panitia mengarahkan kami menuju halaman depan gedung sembari membawa tiga buah tongkat pramuka. Perang-perangan sepertinya , batin saya menerka sambil mengikat tali sepatu. Meski tidak begitu yakin mengingat kami semua sedang memakai gamis. Tapi saya tetap percaya, sebelum berangkat tadi saya baru saja menamatkan film action yang dibintangi oleh Lukman Sardi. Saya masih terbawa suasana perang. Setelah semua peserta berkumpul di kelompoknya masing-masing, si mbak panitia mulai membagikan satu buah amunisi (baca: tongkat pramuka) kepada tiap kelompok. Intruksi selanjutnya ialah meminta kami bari satu shaf. Padahal tadinya saya sengaja mencari tempat di baris paling belakang, mencari perlindungan. Menyadari keadaan tidak sesuai dengan ek

Gombal

Sebenarnya aku seperti wanita kebanyakan, amat benci rayuan gombal Akan tetapi, entah mengapa Jika gombal itu dari engkau Aku bahkan rela mencucinya berkali-kali Merendamnya dengan pewangi berhari-hari Dan menggosoknya hingga rapih kembali Entah mengapa, Aku suka.

Belajar Jadi Imam

Ketika masih berada di pesantren. Saya paling phobia menjadi imam. Bahkan ketika saya sudah naik ke tingkat dua dan diberi amanah untuk menjabat sebagai salah satu pengurus Divisi Kesantrian, penyakit saya itu tidak kunjung sembuh, malah semakin kronis. Bukan tanpa alasan. Pertama, karena belum begitu hafal dzikir dan doa setelah solat. Saya baru hafal doa orang tua dan robbana atina .  Kedua, sejak awal, saya sudah menyadari sepenuh hati bahwa suara saya serak-serak jemek. Sulit menggambarkannya, tidak enak intinya. Berbeda dengan teman-teman qori’ yang suaranya masyaAllah itu. Saya kadang heran, ngaji kok bisa lungkik-lungkik gitu ya.. (yang bukan Ras Jawa, vocab ini artinya ‘meliuk-liuk’) Alhasil, ketika terpojok dan terpaksa mengimami, saya selalu memilih waktu dzuhur atau ashar. Mengapa? Cerdas. Hanya kedua solat itulah yang menawarkan bacaan sirri , alias saya tidak perlu membaca fatihah dengan mengeraskan suara. Setidaknya beban saya sedikit berkurang. Kebiasaan terseb

Suka Kopi

Aku suka sekali cara Dee dan penulis-penulis lainnya memuisikan kopi Memadupadankannya dengan kalimat-kalimat indah Begitu dalam dan sarat makna Tapi bagaimana denganku ini Yang hanya bisa dan lebih suka meminumnya Meraciknya dengan susu Lalu menyeduhnya bersamamu. #OneDayOnePost  #HariKesembilan  #SemangatIstiqomahManfaat   

Bagaimana Jika Anak Menangis saat Jamaah di Masjid?

Senang sekali rasanya melihat anak-anak kecil pergi ke masjid. Tidak terbayang, betapa bahagianya orang tua mereka ketika kebiasaan itu berlanjut hingga dewasa. Tanpa disuruh, tanpa iming-iming atau pun ancaman. (Sebentar ya, saya ingin berdoa: Ya Allah, semoga kelak Engkau karuniakan anak-anak yang seperti itu juga juga untuk hamba. Amiiin. Amin-nya sengaja saya kencangkan, agar anak saya yang insyaAllah masih di surga sana mendengarnya. Silakan turut mengamini, agar malaikat berseru ‘semoga bagimu juga yang demikian’, sebuah transaksi saling menguntungkan saya kira)  Biasanya, mereka akan berlari kesana-kemari sebelum imam datang. Pakaian solatnya pun lucu-lucu dan beraneka ragam, membuatnya terlihat semakin menggemaskan. Yang putra banyak yang memakai sarung bergambar tokoh-tokoh kartun yang sering mereka lihat di tivi. Yang putri juga tidak kalah, mukena mereka aneka warna, ada yang kuning dengan gambar spongebob di bagian renda, ada lagi warna merah muda dengan gambar straw