Catatan Hati Sebutir Garam
Matahari
memang sudah tidak lagi segalak tengah hari tadi. Namun pukul tiga belum juga
bisa dikatakan teduh untuk ukuran sore. Terlebih di Surabaya yang panasnya
sudah lama terkenal garang. Seorang gadis berpakaian marun dan jilbab bunga-bunga
terlihat berjalan tergesa-gesa. Menyibak rentetan deru mesin kendaraan di Jalan
Prof. DR. Mustopo. Selesai kelas, ia memutuskan untuk pulang terlebih dahulu
sebelum melanjutkan aktivitas. Rasa lapar mendorongnya untuk bergegas, sebab
sedari pagi ia memang belum sempat menunaikan hak untuk lambungnya. Mengingat belum
ada teman nasi di kamar, ia mampir terlebih dahulu ke sebuah warung makan.
Membeli sayur lodeh berikut lauknya, dua potong tempe goreng tepung
favoritnya.
Sesampainya
di kamar, ia segera mengambil peralatan, menyiapkan nasi, duduk manis, kemudian
berdoa. Namun tepat ketika suapan pertama menghampiri mulut, mendadak rona
wajahnya berubah. Ada yang ganjil dengan sayur lodehnya. Oh Tuhan, sepertinya
sang penjual lupa memberi garam, pikirnya sedikit kecewa. Sebelum selera
makannya turun, ia pergi ke dapur mencari bahan pemberi rasa. Beberapa saat
tidak menemukan, ia baru menyadari jika garam miliknya baru saja habis.
Tak
ingin menyerah, ia mengetuk kamar di sebelahnya. Memanggil sebuah nama beberapa
kali.
“Iya kak?”, terdengar suara dari dalam. Tak lama kemudian
pintu kamar terbuka. Gadis itu menyambutnya dengan sunggingan senyum penuh
harap.
“Minta garam boleh yaa?”
“Oh, iya kak, silakan ambil aja”, jawabnya tak kalah ramah.
…
Perkenalkan,
aku adalah sebutir garam yang baru saja menyelesaikan amanah. Sungguh,
kebahagiaan ini tidak akan pernah bisa ku gambarkan. Kau tau mengapa?
Baiklah, aku akan menceritakannya
sedikit kepadamu. Ini rahasia kita ya? Ingat. Hanya kau, jangan bilang-bilang.
Jadi seperti ini, pada awal
penciptaanku, Rabb-ku menugaskan kepadaku untuk menambah kenikmatan pada
makanan seorang perempuan bernama Nabela, serta memberi mineral penting bagi
tubuhnya. Dari informasi yang ku peroleh, aku harus sampai pada makanannya pada
hari Selasa, 29 Maret 2016. Dan itu kemarin.
Demi mengemban amanah ini, aku
harus melalui perjalanan panjang dan penuh perjuangan.
Bertahun-tahun sebelum hari itu aku
nyaris sudah berkeliling di seluruh samudera dunia. Berenang kesana kemari
bersama gulungan ombak yang tidak pernah mau berhenti, kami terus berjalan
mengikuti arah angin. Kadangkala, badai membuatku menggigil ketakutan. Namun ini
tidak masalah bagiku, setiap kali mengingat-Nya, semangatku kembali membara.
Hingga suatu ketika, sebuah ombak
pasang mengantarku ke tepian pulau. Aku tidak sendiri, di tempat itu sudah
banyak sekali makhluk sepertiku. Mereka dibiarkan kering, lalu dikumpulkan jadi
satu. Selain mereka, ada juga beberapa manusia yang sibuk mengangkat
karung-karung besar.
Kini tiba giliranku, sama halnya
dengan teman-teman yang lain, aku juga dimasukkan ke dalam karung putih besar,
disusun bertumpukan, lalu diangkut menggunakan truk gandeng. Dua hari kemudian
aku tiba di gudang sebuah pabrik, menunggu beberapa hari untuk kemudian diolah
sedemikian rupa. Ditambahkan bahan-bahan yang aku sendiri tidak tahu apa namanya.
Yang jelas, setelah keluar dari tempat itu aku terlihat lebih bersih, lengkap
dengan sebuah plastik bening bergambar topi wisuda sebagai tempat pembungkus.
Perjalananku belum selesai disana, untuk
dapat menemui penerimaku, aku masih harus dibawa ke pusat perbelanjaan, lalu
berpindah ke toko-toko yang lebih kecil, hingga suatu hari ada seorang
perempuan cantik menebusku dan membawa pulang.
Awalnya aku gelisah begitu tahu
bahwa ternyata ia bukan orang yang dimaksud Tuhanku. Tapi kemudian kabar
gembira itu datang, persis ketika ada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya.
…
Demikianlah, aku benar-benar menyaksikan betapa Tuhan telah
mengatur dengan sangat detail masing-masing rizki hambanya. Bahkan terkadang ikhtiar
kami, para rizki, akan jauh lebih berat daripada penerima kami.
#OneDayOnePost
#HariKeDuaTiga
#SemangatIstiqomahManfaat
Wkwkwk... lah kok kurang garam.
BalasHapusKeren idenya
BalasHapusAmanah ...
BalasHapusSungguh mulia kau garam
Keren, mba...
BalasHapusLike ini, :)