Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2016

Maafkan Aku

Sejak pulang kerja, Imaf mondar-mandir di ruang tamu. Sebelas kali ia menelpon Nisa, namun selalu berakhir dengan jawaban yang sama dari operator. Sebenarnya Nisa sudah sms pukul sepuluh tadi, meminta izin untuk menengok ibunya. Saying sekali waktu itu Imaf tidak menghiraukan karena masih sibuk dengan kliennya, selain itu ia juga masih jengkel dengan istrinya akibat keributan kecil sebelum ke kantor tadi pagi. Di mata Imaf, istrinya sekarang sulit sekali di ingatkan, berbeda dengan awal-awal menikah dulu. Sebenarnya Imaf tidak begitu ambil pusing saat tahu Nisa memutuskan naik bus sendiri tanpa menunggu jawaban darinya. Nisa sudah beberapa kali melakukannya. Yang membuatnya khawatir adalah telepon dari Ibu mertuanya, beliau malah bertanya apakah anaknya sudah berangkat atau belum, mengaku nomor Nisa tidak bisa dihubungi. Biasanya Nisa selalu memberi kabar kalau sudah sampai, namun tadinya ia pikir istrinya juga masih marah karena sms yang ia acuhkan. Baru saja Imaf bersiap u

Kunjugan Kartini

Husna beberapa kali memutar tubuhnya bergantian kanan-kiri. Diikuti gerakan kepala, lalu mengusap-usap wajahnya yang mulai kusut. Berharap lelah dan kantuk yang menyerang memberinya kesempatan sebentar lagi. Di dekatnya bersanding khidmat cangkir -kosong- kopi kapal api bersisian dengan piring doralek –yang juga kosong- bekas roti canai yang dibelinya usai maghrib tadi. Kedua amunisi kantuk yang digadang Husna akan menemaninya begadang itu sudah habis duluan sejak dua jam lalu. Hanya tersisa setumpuk buku tebal yang belum terbaca, ditambah kerjap layar personal computer  yang selain membuka program pengolah kata juga sibuk memutar berbagai genre lagu berulang-ulang. Akhir pekan seharusnya menjadi moment paling ditunggu untuk sejenak mengistirahatkan tubuh dari berbagai aktivitas luar biasanya. Memberi hak pada otak untuk meluruskan syaraf-syaraf yang mulai bertindihan satu sama lain. Tapi kali ini tidak bagi Husna, beberapa list p roject dengan deadline berdekatan masih mengant

Obat Galau Salmah

“Salmah! Kau disini rupanya, Kenapa tidak masuk?”, kening Ren berkerut. Diikuti mulutnya yang sengaja dibuat cemberut. “Harus ya?”, balas Salmah disusul senyum kecil, memindahkan tas dari kursi sebelahnya. Secara implisit mempersilakan duduk Ren yang berdiri di hadapannya. “Ya.. daripada sendiran?” “Entahlah, aku lebih suka disini. Di kelas ramai” “Dari tadi aku lihatin kamu dari pintu, lho . Lagi ngerjain apa?”, Ren antusias mengintip halaman buku tulis yang sejak ia datang sudah ditutup Salmah dengan telapak tangan. “Iya kah? Kok aku ngga nyadar ya? Hehehe. Eng.. nggak kok, oret-oret aja..” “Em.. oke-oke aku nggak kepo. Aku duduk sini gpp ya?” “Yatuhan.. duduk aja, Ren.. Kayak sama siapa aja,” Ren terdengar bergumam, lebih tepatnya beryanyi. Kaki-kakinya berayunan diiringi gerakan kepala yang sesekali ke kanan lalu ke kiri. Udara di taman sejuk-segar, meski tanpa ac tidak panas sama sekali. Sinar matahari juga masih ramah, dengan senang hati membantu

Kado Pernikahan (1)

Dengan hati masygul, Rindu melepas Bintang pulang. Rela tidak rela, mau tidak mau, takdir dengan kejam mengantar mereka pada akhir pertemuan. Entah sementara atau selamanya, perpisahan tetap bukan kabar menyenangkan bagi dua insan yang tengah kasmaran. Malam itu Bintang nekat berpamitan, berjanji segera kembali lalu melamar gadisnya. Esok hari ia sudah harus berkemas, bersiap melanjutkan studi S2 ke negeri seberang. “Udah Rin, jangan cemberut. Nanti aku dimarahi Ibumu”, candanya kepada Rindu yang dari tadi sibuk memainkan ujung jilbab. “Yee, siapa juga? hati-hati ya, salam buat Umik.” Percakapan mereka selesai. Ditutup anggukan Bintang dan deru motornya yang semakin menjauh. Lain Bintang, lain Rindu. Pagi harinya, perempuan itu harus kembali kepada rutinitas, menjaga toko kain milik Koh Kun, muslim Cina yang berbaik hati memberinya pekerjaan, juga menyekolahkan. Meski tidak seberuntung Bintang, semangat juang Rindu menjadikannya tidak pernah kalah. Kali ini saja Rindu namp

Guru Khidir dan Muridnya Musa

Barangkali kisah ini sudah cukup popular di kalangan muslim. Namun, ternyata ada beberapa makna indah yang tersirat di dalamnya. Pelajaran apa saja kira-kira? Selamat membaca J Sebelumnya, Kita review ceritanya terlebih dahulu ya, ^^ Alkisah, suatu ketika Nabi Musa dikehendaki Allah untuk belajar kepada seorang guru bernama Nabi Khidir. Seorang hamba pilihan yang berilmu tinggi nan shalih. Singkat cerita, akhirnya bertemulah beliau dengan Nabi Khidir, dan meminta agar menerimanya menjadi murid. Awalnya Nabi Khidir menolak, namun berkat kegigihan Nabi Musa akhirnya mereka bersepakat, tapi dengan satu syarat. “Engkau boleh menjadi muridku dan mengikutiku, asal jangan bertanya tentang apa yang akan aku lakukan sampai aku menjelaskannya sediri kepadamu”, demikianlah titah sang guru. Tak ingin membuang kesempatan, Nabi Musa pun menyetujuinya. Setelah itu, keduanya mulai mengembara dari satu daerah ke daerah lain. Namun ketika usai menumpangi sebuah perahu, maka tiba-tiba diluba

Menjemput Pagi

Handphone- ku sudah berbunyi beberapa kali. Mengingatkan berulang-ulang jika waktu tahajud hampir selesai. Dan entah kesekian kali aku hanya sanggup membuka-tutup mata, berdiskusi dengan fikiran yang sejak tadi minta dibangunkan. Setelah negosiasi alot, akhirnya bisa juga tubuh ini kupaksa bangkit, duduk sebentar di tepi ranjang lalu bergegas ke kamar mandi. Menunaikan dua rakaat fajar mengingat shubuh tidak lama lagi akan tiba. Semalam aku sengaja pulang sangat larut, sulit rasanya menyudahi ekslusif  Q-time  bersama teman-teman.  Hari ini biasa namun tidak seperti biasanya. Sejak kemarin kamarku mendadak sangat rapi, bahkan seluruh buku-buku serta perlengkapan sehari-hari sudah tersusun manis di dalam kardus. Total lima kardus ditambah satu koper besar berisi pakaian. Kertas-kertas berisi kalimat penyemangat, yang terus menerus bertambah sejak semester satu,  juga sudah ku bersihkan jauh-jauh hari. Praktis dinding kamarku menjadi lebih polos nan sepi. Semakin mengompori bahwa

Keracunan kopi

Meski hanya kopi sachet, kafeinnya jago menyulap kantukku raib. Menjelma bayi ditinggal asi. Selarut ini belum juga mau dibujuk lelap. Aku jadi mangkel. Juga mengkal. Kenapa juga tidak ada peringatan. Seperti halnya bungkus rokok. Kan asik kalau demikian. Tidak ramai kasus Jesika-Mirna. Tidak juga aku dan ke-tidak-bisa-tiduran-ku. #OneDayOnePost  #SemangatIstiqomahManfaat   

Melepasnya (lagi)

Hujan sudah reda sejak tadi, tinggal rintik gerimis yang membersihkan sisa-sisa air di angkasa. Jalanan masih becek menyisakan aroma segar air-campur-tanah, kami menyebutnya ampo . Dari balik tirai jendela, kupandangi lamat-lamat dua punggung sejoli yang mulai menjauh dan hilang. Terlihat serasi, tapi juga menyakiti. Di satu sisi turut berbahagia, sisi lainnya menderita.   … Aku masih ingusan kala itu, sewaktu mbak Khofiyah ngekos di tempat Ibuk. Mbak Khofiyah cantik, baik, dan sempurna dimataku. Bidadari kedua yang kujumpa di dunia setelah Ibuk. Jika kalian masih ingat siapa cinta pertama kalian? Maka aku bahkan masih menyukainya. Di usia yang menginjak tiga belas, diam-diam aku menaruh perasaan dengan gadis yang tujuh tahun lebih tua dariku. Mbak khofiyah kudaulat menjadi menjadi cinta pertama yang sulit dilupa. Aku tidak pernah bosan menungguinya pulang, meminta bantuan untuk mengerjakan PR, praktis aku akan menjelma menjadi anak rajin yang sedih saat tidak ada tugas dari p

Sepenggal Kisah Lucu

Sejak pukul 09.20 beliau sudah menunggu kami di medcaf, sebutan akrab untuk sebuah ‘ warteg’ mewah para calon dokter di tempat sini. Dengan jas putih masih melekat di tubuh, dr. Ryan menikmati semangkuk soto ayam lamongan yang masih mengepulkan asap sedap. Begitu merangsang parotisnya untuk mengalirkan saliva yang sejak pagi belum mencerna apapun. Titel Sp.PK yang tertera di nametag akriliknya menginformasikan bahwa kelas beliau sudah bukan lagi dokter umum, spesialis patologi klinik adalah makna yang sah untuk singkatan tersebut. Mata kuliah kimia Klinik baru dimulai pukul sepuluh tepat, tapi seperti hari-hari sebelumnya, dr. Ryan selalu lebih rajin tinimbang muridnya. Biasanya usai visit beberapa pasien di rumah sakit, beliau langsung meluncur di ruang kuliah. Namun kali ini sepertinya beliau lupa sarapan, atau lebih tepatnya tidak sempat, sehingga mampir sebentar di pojok ruangan. Tempat favorit makan siangnya, untuk memulihkan energi. Hidup ini kadang begitu lucu . Sebegi

Candu Itu Kunamai Mamak

Terbirit-birit mamak lari membawa baskom seng berisi air. Juga kain usang sobekan daster yang sudah kekecilan. Wajahnya cemas seolah bencana besar baru saja menimpa anak semata wayangnya. Sejak Bapak pergi, mamak memang jadi panikan. Juga lebih tegas dan bijak. Sedikit-sedikit takut jagoannya salah gaul atau kesakitan. Seperti sore ini ketika aku baru saja pulang menjaja koran. Beralaskan telapak kaki yang sudah kapalan, aku nekat masuk rumah mamak yang berlantai tanah dengan mengendap. Persis seperti mau maling rumah sendiri. Sesegera mungkin menuju kamar mandi untuk membersihkan sisa luka tadi siang. Tapi naas. Aku tertangkap mata mamak bulat-bulat. Kamar mandi yang kutuju berisi mamak yang kuduga baru saja buang hajat. Bau khasnya masih tertinggal. “Ya Allah tolee… kamu kenapa bonyok gini lee…”, teriakannya seperti bicara dengan orang yang berdiri seratus meter darinya. Keras sekali, mulutnya bergerak-gerak tepat di depan dadaku, mamak pendek tapi suaranya melengking menab

Sepucuk Surat Imajiner

Assalamualaikum, Qurrota A’yun.. J Apa kabarmu di surga nak? Lagi sibuk apa? Pasti lagi becandaan sama para malaikat ya? Alhamdulillah.. Bunda seneng ngebayanginnya. Kamu belum hadir aja bunda udah kangen kronis. Setiap ada anak kecil deket Bunda, bawaannya pengen cepet-cepet dibawa pulang, sampai-sampai lupa kalau di kamar kos belum ada Ayahmu.  Hidup ini butuh motivasi, sayang. Jadi boleh ya kamu jadi salah satu motivasi Bunda buat tetep belajar lebih baik, tidak masalah meski Bunda sendiri tidak tau apakah besok berkesempatan memilikimu atau tidak.. Yang jelas Bunda sadar kalau menerima dan membesarkanmu nanti tanggung jawabnya besar, jadi harus mempersiapkan diri jauh-jauh hari.   Tadi pagi Bunda kuliah Bakteriologi, di situ Bunda disuguhi dosen video balita yang sedang sakit batuk pertussis. Kasihan sekali, nak. Batuknya hebat sampai-sampai tidak ada suaranya, selain itu ada seperti bunyi mengi sewaktu dia tarik nafas di sela-sela batuknya. Kata dosen Bunda, kemung

Tapi Inilah Proses

Namanya manusia, mahakarya Tuhan yang diizinkan punya banyak keinginan dan kebebasan untuk mewujudkannya, tentu dengan catatan tidak lepas dari koridor-koridor yang telah ditetapkanNya. Setiap mereka punya mimpi dengan alasan masing-masing. Punya misi sendiri-sendiri untuk menggapainya. Seseorang yang bermimpi untuk menjadi seorang penulis misalnya, dengan alasan ada passion disana, ia berjanji akan mendapatkannya. Menyadari keinginannya itu tidak mudah, maka mulailah ia membuat sebuah rencana. Diawali dengan mendatangi berbagai seminar kepenulisan, mengikuti beragam lomba menulis, bergabung dengan banyak komunitas, hingga menjalankan komitmen pribadi seperti mewajibkan diri membaca buku setiap hari, rutin mengunjungi blog-blog terkenal, atau pun menulis setiap hari dan sebagainya. Di masa-masa awal perjanjian dengan diri sendiri tersebut, tentu semangat masih sangat membara. Begitu yakin melalui rencana besar itu mimpinya akan segera menjadi kenyataan. Maka mati-matian ia mul

Niat, Proses, dan (bukan) Hasil

“Dia dulu remidi terus padahal, nggak nyangka sekarang sukses gitu, alf*mart nya aja dua” “Si A sekarang kok bisa jadi motivator terkenal ya, dulu dia teman sekelasku, lho. Pemalu dan pendiam banget orangnya” “Kasian ya kakaknya si B, waktu disekolah dapet  peringkat pertama terus padahal. Eh sekarang Cuma jadi karyawan biasa di perusahaan temennya” Ketiga pernyataan di atas tentu sangat sering kita dengarkan dalam kehidupan sehari-hari. Atau justru malah kita yang mengalaminya sendiri. Namun apapun itu, kita tetap harus bersyukur atas hidup ini. Banyak sekali faktor yang menyebabkan terjadinya hal-hal seperti yang diutarakan di atas. Faktor ada tidaknya kerja keras, keuletan, kesabaran, tidak mudah puas, dan sebagainya. Akan tetapi bertolak dari itu semua, ada satu hal yang seringkali kita lupakan. Kita sering tidak sadar bahwa semua itu terjadi hanya karena adanya campur tangan Tuhan. Kita juga sering lupa, bahwa semua yang kita terima sudah disetting dalam bentuk pali