Kado Pernikahan (1)
Dengan hati masygul, Rindu melepas
Bintang pulang. Rela tidak rela, mau tidak mau, takdir dengan kejam mengantar
mereka pada akhir pertemuan. Entah sementara atau selamanya, perpisahan tetap
bukan kabar menyenangkan bagi dua insan yang tengah kasmaran. Malam itu Bintang
nekat berpamitan, berjanji segera kembali lalu melamar gadisnya. Esok hari ia
sudah harus berkemas, bersiap melanjutkan studi S2 ke negeri seberang.
“Udah Rin, jangan cemberut. Nanti aku dimarahi Ibumu”,
candanya kepada Rindu yang dari tadi sibuk memainkan ujung jilbab.
“Yee, siapa juga? hati-hati ya, salam buat Umik.”
Percakapan mereka selesai. Ditutup anggukan Bintang dan deru
motornya yang semakin menjauh.
Lain Bintang, lain Rindu. Pagi
harinya, perempuan itu harus kembali kepada rutinitas, menjaga toko kain milik
Koh Kun, muslim Cina yang berbaik hati memberinya
pekerjaan, juga menyekolahkan. Meski tidak seberuntung Bintang, semangat
juang Rindu menjadikannya tidak pernah kalah. Kali ini saja Rindu nampak
sedikit mengalah. Saat Bintang
memutuskan segera S2 di Jepang, ia justru memilih kembali ke kampung halaman.
Berbakti kepada Ibunya yang sudah renta, juga Koh Kun yang telah membantunya
meraih gelar sarjana.
Sebenarnya bukan demikian mimpinya.
Tapi apa mau dikata. Tepat ketika Rindu berniat menelepon Ibunya untuk
mengabarkan beasiswanya dari Jakarta, sang Ibu malah tergugu terlebih dahulu. Buru-buru
memperdengarkan berita bahwa Koh Kun sedang berobat ke Singapura, istrinya
harus cangkok hati disana. Mungkin tiga sampai empat bulan. Sedang Ibunya yang
sudah seperti saudara, dipasrahi toko kain besar yang banyak karyawannya. Meski
nelangsa, nyatanya hanya kata ‘iya’ yang terlontar saat sang Ibu memintanya
pulang. Tanpa tapi, tanpa jika. Praktis semangat kuliahnya seketika menguap
begitu saja. Jasa besar Koh Kun yang selama ini tanpa syarat membuatnya tidak
sampai hati untuk menolak.
Sepeninggal Bintang, Rindu menjadi
lebih sering melamun. Bukan lantaran ingin bertemu, hampir setiap hari mereka
saling mengirim kabar. Bukan juga karena kecurigaannya pada Bintang soal teman
wanitanya, kekasihnya itu terlampau rajin melaporkan apa saja yang ia lakukan.
Komunikasi mereka bisa dibilang sangat sehat. Meski demikian, ada satu hal yang
sering berkelebatan di fikiran Rindu akhir-akhir ini. Ada satu berita penting
yang selalu absen ia ceritakan setiap kali menerima telepon dari Bintang. Yakni
tentang surat-surat tulisan tangan Cik Fai, istri Koh Kun.
Ini sudah bulan kelima sejak Koh
Kun ke Singapura. Sesekali memang pulang untuk memantau toko yang tetap laris
dibawah pengawasan Rindu, namun sebentar kemudian harus kembali karena Cik Fai
tak kunjung boleh pulang. Saat itulah ia membawa surat-surat istrinya untuk
Rindu, yang selalu diselipakan diantara buah tangan pakaian-pakaian mahal atau
pernak pernik bertemakan patung merlion. Selama ini, Cik Fai sudah seperti Ibu
kedua bagi Rindu yang sejak kanak-kanak sudah tidak berbapak.
Dari surat-suratnya itu, Rindu
menjadi tahu bahwa Shen, anak lelaki Cik Fai bulan depan sudah lulus master dan
akan pulang ke Indonesia. Dari tulisan Cik Fai juga, Rindu menjadi faham bahwa
maksud surat-surat itu ialah memintanya menjadi mantu. Bukan permintaan sulit
sebenarnya, mengingat Shen juga bukan seorang yang asing dimata Rindu. Anak
tunggal Keluarga Koh Kun itu bahkan menjadi orang pertama yang pernah membuat hati
Rindu membuncah tak terkira. Rindu kecil sangat senang saat Shen bersedia
bermain lumpur dengannya, Rindu juga ingat betapa Shen usil sekali
menyembunyikan kunci kamarnya. Membuat Rindu tidak mau bicara sampai Shen mau
membelikannya es krim.
Namun sesempurna apapun Shen, tetap
saja permohonan Cik Fai menjadi pilihan nan berat untuk ia kabulkan.
Komitmennya kepada Bintang bukan lagi sesepele cinta monyet yang dulu pernah ia
rajut diam-diam bersama Shen. Rindu benar-benar sedang berada di persimpangan.
“Assalamualaikum..”, sebuah suara dari pintu toko
membuyarkan lamunannya. Silau matahari pagi menyulitkan pandangan gadis
berkerudung tosca itu untuk melihat sumber suara. Perlahan seorang lelaki
jangkung berjalan mendekati Rindu yang masih duduk mematung.
---Bersambung---
(Tantangan menulis dengan kata kunci Rindu, Bintang, Kunci,
Lumpur :D)
#OneDayOnePost
#SemangatIstiqomahManfaat
Terpesona sekali
BalasHapuswow ... menggunakan tokoh2 etnis Tionghoa, saya suka.
BalasHapusbagus sekali idenya Nabela
wih penasaran lanjutannya
BalasHapusNice
BalasHapus