Princes Frog


Hijau. Benyek. Basah. Licin. Lendir. Urghh.

Jangankan mendekat, andai di kamar mandi ada sosoknya saja sehari tidak mandi sama sekali pun bisa jadi keputusan paling bijak.

Ada yang suka kodok di sini? Maaf kalau kalimat pembuka tadi menyinggung. Anggap saja igauan seorang penakut. Mana berani saya mengatai salah satu dari sekian maha karya Tuhan yang tiada tara itu? Hanya soal selera.

Kalau begitu mana yang tidak suka? Oh, berarti sama. Dan nampaknya proporsi kita lebih banyak sekarang. Tapi tenang dulu, saya tidak sedang benar-benar bahas kodok kali ini. Jadi tidak perlu mual-mual alay membayangkannya.

Jadi begini ceritanya,

Pagi itu ruang praktikum imunologi mendadak gaduh. Sebentar-sebentar histeris, lalu lari terbirit-birit. Naik kursi, saling membelakangi, ada juga yang berusaha pegangan siapa atau apapun yang didekatnya. Bagi yang cermat, tentu saja benar-benar menjadi kesempitan yang banyak sekali kesempatan.

Saya sebenarnya tidak takut-takut amat, tapi juga tidak berani-berani sangat. Tapi berhubung teman-teman satu kelas saling menjerit, akhirnya terbawa suasana juga. Pagi itu kami dikunjungi empat puluh tujuh kodok jantan, sesuai jumlah mahasiswa. Masih hidup, sehat wal afiyat, dan tentu saja, agresif. Bisa bayangkan kalau mereka disuruh baris atau sekedar duduk melingkar? Ieuy

Hari itu takdir membawa mereka menjadi hewan coba untuk praktikum. Galli manini, yakni metode konvensional untuk screening kehamilan dini. Tekniknya, satu mahasiswa satu katak. Benar-benar pasangan serasi.

Sebelumnya saya tidak habis pikir bagaimana caranya melalui hari itu. Jujur saja, sejak seminggu sebelumnya, hati saya selalu berat tiap kali mengingat kenyataan pahit itu.

bahkan sampai sekarang saya masih sangat ingat bagaimana perjumpaan pertama kami. Saat itu ia berada di dalam beaker glass besar dan ditutup jarring-jaring kawat. Warna kulitnya hijau gelap dengan garis lebih muda di punggung tengah. Kaki depannya menempel kaca samping gelas sehingga tampak jelas bagaimana perut dan bagian bawah kepalanya mengembang dan mengempis. kelihatan sekali betapa lembek dan tipisnya tubuh itu. Betapa sekali tersenggol benda tajam, akan terlihat isinya. Hieyy. Sorot matanya tajam menatap. Tak butuh waktu lama untuk menjadikan saya pucat pasi, kehilangan nyali untuk sekedar mengamati lekuk tubuhnya.

Tapi anehnya, setengah jam kemudian jari-jari tangan saya sempurna mengenggamnya. Merasakan sensasi lembek-lendir-licin itu. Meski awalnya berdebar, lama-lama reda juga. Persis mimpi, rasanya tidak percaya tangan ini berani menjamahnya. Benar-benar tidak menyangka saya bisa melakukannya. Menyelesaikan tahap demi tahap praktikum bersama kawanan Princes Frog yang terkenal itu. Dan akhirnya, hari itu berakhir tidak seseram yang saya khawatirkan selama seminggu. Benar-benar lucu.

Seusai praktikum, saya masih merenungi bagaimana hal itu bisa terjadi begitu saja. Spontanitas dan alami. Mungkin menurut sebagian orang sepele, tapi tidak bagi saya yang baru saja sembuh dari anti-kodok-isme. Rasanya seperti habis menjebol tembok besar, lalu terbang ke angkasa. Persis seperti tokoh naga yang berhasil bebas dari rantai belenggu dalam serial Barbie Rapunzel. Plooonggg.

Akhirnya satu yang saya dapat ambil. Bahwa ternyata, dekat sekali antara takut dan berani. Berdampingan saja. Namun untuk bebas, kita perlu menjebol dinding pembatas itu. Kuncinya gampang. Cukup nekat dan tidak menimbang lama-lama. Itu saja.


#OneDayOnePost

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kado pernikahan (2)

Kunjugan Kartini

Bulan Ketiga Belas (2)