Bulan Ketiga Belas (4)
Gerobak mienya berderit mendorong kursi kayu yang berdiri
sembarangan. Barang-barang lain di sekelilingnya juga tak kalah berantakan
untuk ukuran ruang tamu. Mobil-mobilan Doni, mainan, seragam TK, kandang
jangkrik, hingga panci penggorengan sempurna menyulap rumah bagian depan Yanto itu serupa
gudang. Sebenarnya kakinya pegal, namun melihat kondisi rumah sedemikian kacau
membuatnya enggan beristirahat terlebih dahulu. Andai Erni di rumah, maka tak mungkin
sesenti pun barang-barang itu bisa bergeser dari tempatnya. Ah, andai..
Yanto mengabiskan waktu hampir setengah jam untuk beres-beres. Ia
bolak-balik kamar untuk sekedar mengembalikan barang demi barang dari sana,
juga berkali-kali menuju dapur untuk membawa beberapa alat masak. Bukankah
laki-laki memang tersetting untuk hanya fokus satu hal dalam setiap
pekerjaannya? Tentu berbeda dengan Erni yang sekali jalan bisa membawa empat
sampai lima jenis benda dengan tujuan berbeda. Tapi tak masalah, Yanto hanya
perlu sedikit waktu untuk berlatih menjadi perempuan dalam hal ini.
Kini perutnya mendadak keroncongan, maka dengan sisa tenaga ia kembali
mencari sesuatu di dapur untuk dimakan. Dibukanya tudung saji, kosong.
Diintipnya lemari berpintu kawat, tempat ia biasa menyimpan makanan sisa
kemarin, kosong. Kini harapan terakhirnya adalah lemari es kecil dan tua di
sebelahnya, dan berbinarlah mata Yanto begitu melihat sebutir telur ayam di
sisi pintu. Ia pun segera menggoreng dan menaburkan sejumlah garam diatasnya. Satu
lagi, pikirannya mencatat. Ia juga harus serupa wanita dalam perkara ini. Esok,
selain sawi dan daging ayam, ia juga akan berbelanja bahan makanan setiap pagi.
Waktu sudah hampir maghrib saat
Yanto menyuapkan nasi terakhirnya. Segera ia mencuci piring dan seperangkat
alat masak yang berserak. Melihat botol susu, ia baru menyadari satu hal. Doni
belum pulang. Selarut ini? Tadi siang sebenarnya Yanto sempat menghampirinya di
rumah Winda, namun sudah pulang katanya. Namun sesampainya di rumah Yanto
justru lupa begitu melihat kekacauan tadi. Tanpa memperdulikan piring-piring
yang belum sempat terbilas, Yanto segera kalang kabut keluar rumah. Pikirannya kalut. Kedua kakinya
sempat ragu harus melangkah ke kanan atau ke kiri, sebelum akhirnya ia masuk ke setiap
rumah tetangganya.
#OneDayOnePost
Komentar
Posting Komentar