Bulan Ketiga Belas (3)

Yanto mendorong gerobaknya dengan langkah gontai. Gulungan mie buatannya baru termasak separuh padahal hari sudah hampir gelap. Jarak rumahnya tinggal lima ratus meter. Biar begitu, sendok di tangannya tetap ia pukulkan pada mangkuk, berharap tetangganya ada yang lapar dan ingin makan mie ayam. Benarlah, tak lama kemudian muncul ibu-ibu lima puluh tahunan dari balik pagar rumahnya. Mencegat Yanto dan memesan tiga porsi mie ayam dengan kuah banyak seperti biasa.

“Kok jarang lihat Erni ya, Tok? Kemana dia?”
Bohong. Baru tadi pagi saat beli sayur ia dan ibu-ibu lainnya membicarakan Erni.

“Oalah, iya buk. Erni lagi ndak di rumah. Udah seminggu ini ikut kerja di tempatnya Bu Rini”, jawab Yanto seringan mungkin. Ini bukan pertanyaan pertama yang terdengar olehnya, sudah puluhan bahkan setiap orang yang mengenalnya telah giliran bertanya.

“Loh? Maksudnya ke Hongkong?”, Perempuan itu memasang muka kaget. Lagi-lagi pura-pura.
“Iya bu. Coba peruntungan, siapa tahu rejeki kami di sana.”, Yanto menyelesaikan bungkusan terakhir mie ayamnya.

“Kasihan Doni, Tok. Masih kecil. Oh iya, hati-hati loh, ya. Kemarin saya nonton berita TKW disiksa majikannya. Kasian banget, jauh-jauh ke luar negeri cuman jadi pembantu, disiksa lagi. Idiih, merinding saya dengernya. Coba kalau dulu nggak berhenti bantu-bantu di rumah saya, pasti nggak bakal kayak gini, Tok. Sayang sekarang saya udah ambil orang lain..”

Yanto hanya tersenyum menyimaknya, ini juga bukan nasehat pertama yang baru ia dengar. Tak mau ambil pusing apa maksud wanita di depannya, Yanto segera menyerahkan bungkusan panas yang baru saja dibuatnya.

“InsyaAllah Erni akan baik-baik saja kok bu. Ini totalnya dua puluh empat ribu, Bu.”


Merasa petuahnya tidak diindahkan, wanita itu segera mengeluarkan uang, membayar, lalu pergi begitu saja.

#OneDayOnePost

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kado pernikahan (2)

Kunjugan Kartini

Bulan Ketiga Belas (2)