Pesan Bapak buat Abi

“Le, lek kowe mondok sesuk, pesene Bapak mek siji. Pokok’e enakno manganmu, enakno turumu! Wis kui ae”, (Nak, kalau kamu belajar di pesantren besok, pesen Bapak Cuma satu. Pokoknya makanlah seenak mungkin dan tidurlah senyaman mungkin! Udah itu aja)
Begitulah Abi menirukan kata-kata bapaknya sewaktu pamit mondok dulu. Meski mengaku tidak begitu paham, tapi Abi mengiyakan saja. Sambil bergumam, “Tumben aku disuruh makan yang enak-enak. Ah, mungkin Bapak ndak mau anaknya sakit-sakitan dan kurus kering gara-gara mondok. Masuk akal juga biar belajarku ndak terganggu”.
Setelah bersalaman, Abi segera berjalan ke arah jalan raya. Menunggu bus jurusan Tuban lewat. Saat itu Abi berencana meneruskan belajar di salah satu pesantren besar di Kabupaten Tuban. Abi sendiri berkampung halaman di Lamongan.
Sepanjang perjalanan, Abi teringat ucapan Bapak. Tidak seperti biasanya Bapak pesan se-enteng itu. Mengingat setiap hari Bapak selalu mendidik untuk disiplin, tirakat, kerja keras, dan berbagai kebiasaan baik lainnya. Sambil menikmati pemandangan di balik kaca bus, Abi terus berangan-angan. Menerka-nerka barangkali ada maksud lain dari pesan Bapak.
Setelah melewati wilayah perkampungan, kini Abi ganti disuguhi damainya persawahan. Sejauh mata memandang hanya terlihat hamparan padi yang sudah menguning pertanda sudah cukup umur untuk dipanen. Hari itu memang sedang musim panen. Pada beberapa petak sawah nampak beberapa petani tengah sibuk beraktifitas. Ada yang menyiangi padi, mengumpulkan batang-batangnya, ada juga yang bahu-membahu menjalankan mesin dos, mesin pemisah bulir padi dengan batangnya.
“Sepertinya ini panen akbar”, pikir Abi. Di seberang yang lain juga terlihat segerombol petani sedang duduk di tepian sawah. Menikmati santapan makan siang kiriman sang pemilik sawah setelah berjam-jam berkutat dengan lumpur dan sengatan matahari. Meski hanya dinaungi beberapa pohon pisang yang tidak rindang, namun mereka tampak begitu nikmat melahap seporsi besar nasi di piring masing-masing.
Deg. Seketika pesan Bapak berkelebat di kepala Abi. Iya. Abi mendapatkan jawabannya sekarang.
Enakno turumu, enakno manganmu” bukan berarti harus tidur di kasur empuk dan makan makanan mahal setiap hari. Akan tetapi kurang lebihnya persis seperti apa yang dirasakan para petani itu. Makanan sederhana sekalipun akan terasa begitu nikmat ketika kita memakannya dalam keadaan lapar. Begitu juga walaupun hanya tidur di atas tikar, akan terasa nyaman luar biasa tatkala kita benar-benar lelah dan butuh istirahat.
“Bapak memang luar biasa”, Abi tersenyum puas.


*Melepas fajar bersama K.H Abdul aziz, Pengasuh PP. Baitul Izzah Bojonegoro, dengan sedikit perubahan.       

Komentar

  1. Aku ora mudeng itu bagian bahasa jawanya mbak e 😂

    BalasHapus
  2. Aku ora mudeng itu bagian bahasa jawanya mbak e 😂

    BalasHapus
  3. Iyaya, makan apapun disaat lapar jd nikmat,Alhamdulillah. Pesannya dalem euy.hehe

    BalasHapus
  4. ademnya :) point penting adalah kesederhanaan ^_^

    BalasHapus
  5. siip. terimakasih telah berkunjung. :))
    @sasmita : pernah mondok dimana?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kado pernikahan (2)

Kunjugan Kartini

Bulan Ketiga Belas (2)