Seperti Hajar
Ibu
muda itu berlarian, berlalu lalang dibawah terik matahari
padang pasir yang berkilat-kilat. Ia terus melangkah,
tak peduli telah berulang-ulang meniti tempat yang sama. Pandangannya masih
berkelebatan, mencari-cari genangan air yang ketika ia
mendekat hanyalah
fatamorgana. Sedang bayi merah
yang kehausan itu masih terus
menangis, meminta tolong kepada ibunya.
Saat
itulah, ketika ikhtiar sudah dilakukan sedemikian, tiba-tiba saja percikan air menggenangi kaki puteranya.
“Zam zami.. zam
zami..”, teriaknya kegirangan. Bibirnya
tak henti berucap syukur. Allah telah membayar lunas jerih payahnya, maka segera digunakannya air itu untuk menenangkan putranya. Ia tersenyum
lega, sama sekali tidak menganggap sia-sia apa yang sejak tadi diperbuat meski membuat tenaganya
terkuras. Ia hanya
yakin, Allah tidak akan menyia-nyiakan hambaNya, terlebih yang berusaha
sepertinya. Entah hasil tersebut didatangkan lewat tangannya sendiri atau
melalui jalan yang tidak dinyana, baginya sama saja. Semua dariNya.
Meski
ilustrasi tersebut jauh dari kejadian yang sebenarnya, namun kiranya cukup
untuk kita ambil setetes pelajaran dari berlautan ibrah lainnya.
Adalah
kewajiban kita untuk berusaha, adalah keharusan bagi setiap orang yang ingin
berhasil untuk berjuang. Dalam hal apapun,
target-target kecil maupun impian besar.Yang jelas, ada satu hal yang harus
kita mengerti, bahwa bagaimana hasilnya nanti sama sekali bukan wewenang kita.
Ia murni hak prerogratif Allah. Maka jangan heran,
jika mungkin kadar usaha teman yang menurut kita tidak
seberapa justru berbuah amat manis, jauh lebih baik
daripada apa yang kita peroleh meski sudah mati-matian diperjuangkan.
Bukan tidak adil, namun demikianlah salah satu bentuk kasih sayangNya agar
selalu ada kendali dalam gejolak-gejolak yang kita rasakan.
Setiap
kejadian berhasil atau gagal, kita akan selalu belajar satu hal. Bahwa penentu hasil memang bukan kita, sehingga berbangga diri tatkala memperoleh kemenangan
gemilang sama halnya dengan mengakui sesuatu yang
bukan miliknya. Sebaliknya, meratapi kekalahan berlarut-larut juga sama tidak
baiknya, bagaimana mungkin ia mengutuki diri sendiri atas apa yang berada diluar jangkaunya. Sebab berhasil atau tidak, semua sudah disesuaikan guna tercapai kondisi terbaik kita.
Maka
barangkali memang disanalah letak keindahannya. Karena tugas kita memang hanya sampai pada tahap mengusahakan, pun ketika
keberhasilan tersebut ternyata tidak datang dari perjuangan yang sedang kita
lakukan, maka sama sekali bukan alasan untuk tidak berterima kasih kepada pemberi putusan final.Tidak ada
istilah kecele dalam berusaha,
kecuali saat tujuan perjuangan itu memang bukan karena Allah.
Komentar
Posting Komentar